PERTANIAN - Ketahanan pangan sering digaungkan sebagai prioritas nasional, tetapi apakah hal itu benar-benar terwujud jika petani, sebagai pilar utama produksi pangan, justru hidup dalam kesulitan? Kenyataannya, banyak petani Indonesia masih bergelut dengan kemiskinan, akses terbatas terhadap modal, teknologi, dan pasar yang adil. Jika petani tidak sejahtera, maka ketahanan pangan hanya akan menjadi slogan kosong yang jauh dari realitas.
Ketahanan Pangan Tidak Berdiri Sendiri
Ketahanan pangan bukan sekadar soal jumlah produksi beras, jagung, kedelai, atau komoditas pertanian lainnya. Ia mencakup ketersediaan pangan yang cukup, akses yang merata, serta kualitas gizi yang memadai bagi seluruh rakyat. Namun, ada satu elemen penting yang sering terabaikan: kesejahteraan petani.
Petani adalah garda terdepan dalam ketahanan pangan. Jika mereka sejahtera, mereka bisa menghasilkan lebih banyak pangan dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, jika mereka miskin, mereka akan sulit membeli benih unggul, pupuk berkualitas, dan teknologi pertanian modern. Hasil panen pun bisa menurun, dan ketahanan pangan menjadi goyah.
Ironi di Negeri Agraris
Indonesia adalah negara agraris, tetapi petani justru menjadi kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebagian besar petani masih hidup di bawah garis kemiskinan karena keterbatasan akses terhadap lahan, modal, dan pasar yang seringkali dikuasai oleh tengkulak.
Baca juga:
Menggali Laba dari Bertani Pala
|
Harga jual hasil panen sering tidak menentu, sementara biaya produksi terus meningkat. Petani yang tidak memiliki akses ke kredit pertanian dengan bunga rendah harus meminjam dari rentenir dengan bunga mencekik. Akibatnya, keuntungan dari bertani semakin menipis, bahkan ada yang rugi. Jika keadaan ini terus berlangsung, bagaimana mungkin kita bisa berbicara tentang ketahanan pangan yang berkelanjutan?
Sejahterakan Petani, Sejahterakan Pangan
Ketahanan pangan yang sesungguhnya harus dimulai dari kesejahteraan petani. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
1. Harga yang Stabil dan Menguntungkan: Pemerintah harus menjamin harga hasil pertanian tetap stabil dan menguntungkan petani. Skema seperti harga pembelian pemerintah (HPP) untuk beras harus diperluas ke komoditas lain agar petani tidak merugi saat harga pasar jatuh.
2. Akses Modal yang Mudah dan Terjangkau: Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan skema pinjaman berbunga rendah bagi petani harus diperluas. Petani perlu diberi keleluasaan dalam mengakses modal tanpa harus bergantung pada tengkulak.
3. Infrastruktur dan Teknologi yang Mendukung: Irigasi yang baik, alat pertanian modern, serta pelatihan teknologi pertanian harus diberikan kepada petani agar mereka bisa meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
4. Pemangkasan Rantai Distribusi: Selama ini, rantai distribusi yang panjang menyebabkan petani mendapatkan harga rendah sementara konsumen membeli dengan harga tinggi. Dengan memperpendek rantai pasok, petani bisa mendapatkan keuntungan yang lebih layak.
5. Perlindungan Sosial dan Asuransi Pertanian: Petani membutuhkan perlindungan dari gagal panen akibat bencana alam atau fluktuasi harga. Asuransi pertanian bisa menjadi solusi agar petani tidak jatuh miskin saat panen gagal.
Sejahterakan Petani, Bangun Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan tidak bisa hanya menjadi retorika. Ia harus dimulai dengan memastikan bahwa petani sebagai produsen pangan mendapatkan hak dan kesejahteraan yang layak. Negara yang mengabaikan nasib petani sama saja menggali lubang bagi ketahanan pangan nasionalnya. Oleh karena itu, saatnya kita beralih dari sekadar membicarakan ketahanan pangan ke tindakan nyata: menyejahterakan petani agar ketahanan pangan benar-benar terwujud.
Jakarta, 21 Februari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi